" A different world can not be created by indifferent people, be different in the best way of possible and together we can make a difference! "

Friday, July 15, 2005

Program ”Sekolah 2000” dari Dirdikmenum Depdiknas RI

Kedepankan Iptek, Kuasai Dunia Maya

Direktorat yang termasuk memiliki wilayah pengelolaan terluas, sekaligus terberat ini, telah merancang sejumlah program terobosan demi pengembangan dunia pendidikan. Salah satunya ialah program “Sekolah 2000”. Apa keunggulannya?

AGAKNYA mungkin, tidak atau belum banyak orang yang kenal dengan apa yang diberi nama Program Sekolah 2000. Ini adalah sebuah program tajaan Direktorat Pendidikan Menengah dan Umum Depdiknas RI, yang sudah dideklarasikan sejak tahun 1999 lalu, di Jakarta. Tentunya, bisa dikatakan program ini sudah cukup menempuh perjalanan panjang, sebagaimana klaim pengelolanya melalui Ketua Pelaksana Program Heru Nugroho.

“Dan kami sungguh bersyukur, sampai saat ini masih bisa berkontribusi dalam rangka peningkatan pemanfaatan teknologi informasi di komunitas pendidikan Indonesia. Ini melengkapi rasa syukur kami yang hampir setiap tahun ikut berperan aktif dan pasif dalam kegiatan-kegiatan sosialisasi dan edukasi pemanfaatan TI pada tingkat daerah dan nasional,” ungkap Heru, melalui pesan tertulis yang disampaikannya.

Heru pun melanjutkan, bahwa pada dasarnya pihaknya mengucapkan banyak terima kasih, kepada siapa saja yang telah turut serta mendukung kegiatan ini. “Karena tanpa dukungan dari pihak-pihak lain, program Sekolah 2000 ini pasti tidak akan bisa dilaksanakan sesuai misi dan tujuannya,” katanya.

“Kami semakin mencintai setiap kegiatan yang dilakukan, karena kami semakin memahami dan menyadari bahwa pondasi dari sebuah negara dan bangsa itu, adalah pendidikan,” ia menambahkan.

Karenanya, masih menurut Heru, di era yang semakin mengarah pada digitalisasi proses ini, di mana TI sudah merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dalam aktifitas kehidupan sehari-hari, mereka dari Sekolah 2000 pun lebih bersemangat untuk berbuat lebih banyak lagi, sesuai kemampuan yang ada.

Sebagaimana mungkin sudah cukup terbaca, visi dari program Sekolah 2000 ini sendiri, adalah “mencerdaskan anak bangsa”. Sedangkan misinya, adalah mendorong terbentuknya komunitas pengguna Teknologi Informasi (TI) di kalangan komunitas pendidikan tingkat sekolah lanjutan (SMP/SMU/SMK maupun Madrasah/Pesantren) di seluruh Indonesia.

“Tujuan dari keberadaan komunitas ini sendiri, sebenarnya adalah pertama, memberikan kesempatan yang setara bagi seluruh siswa dan guru di Indonesia, untuk mengenal dan memanfaatkan fasilitas teknologi informasi (khususnya internet) secara intensif. Kedua, meningkatkan interaksi antar sekolah di berbagai daerah, agar terjadi kerjasama dan sinergi yang positif untuk kepentingan bersama,” jelas Heru lagi.

“Kemudian tujuan lainnya, untuk menghubungkan dunia SMU, SMK atau Sekolah Menengah setara lainnya, dengan komunitas lain terkait, misalnya perguruan tinggi dalam dan luar negeri, industri, dan lain-lain, sehingga terjadi arus informasi yang efektif untuk pengambilan keputusan yang berkualitas,” timpalnya.

Akan halnya menyangkut kegiatan atau program yang sudah dijalankan dan dirancang oleh Sekolah 2000 sejauh ini, terdapat sejumlah besar daftar sebenarnya. Namun, barangkali yang patut dicatat, adalah beberapa program-program Sekolah 2000 yang berskala nasional, yakni antara lain Cerdas Cermat Online, sebuah kegiatan yang bekerjasama dengan Kementerian Riset dan Teknologi RI, serta STMIK Perbanas.

“Kemudian, juga ada program Penerimaan Siswa Baru (PSB) secara Online di tahun 2004, yang bekerjasama dengan Unit Pengkajian dan Penerapan Teknologi Informasi (UPPTI) Universitas Brawijaya. Lalu, ada juga gelaran Award Website 2004, yakni sebuah ajang kompetisi website sekolah tingkat SLTP, SMU, SMK dan Pesantren se-Indonesia,” tutur Heru lagi, mewakili pihak Sekolah 2000.

Program lainnya yang tak kalah menarik dimiliki oleh lembaga ini, antara lain adalah fasilitas hosting serta domain (sch.id) gratis, “Video Conference” Jakarta-Makassar dalam sebuah Diskusi Panel dan Seminar Jarak Jauh, Program SMK-TI, Dompet TI, Millenium Internet Roadshow (MIR), Sumpah Internet Pemuda, hingga E-Student Camp dan berbagai kegiatan pelatihan.***

Sekolah Milik Siapa?

Oleh: Deny Suwarja

NINA, seorang calon siswi baru di sebuah SMP negeri. Tidak seperti siswa lainnya, Nina tidak merasakan kekhawatiran tidak diterima ketika dia mendafarkan dirinya ke SMP favorit di kotanya. Nina yakin 100 persen, bahwa walaupun NEM yang dia peroleh waktu di SD tak akan melewati passing grade yang ditentukan, dia pasti akan dapat masuk ke SMP tersebut dengan mudah.

Dia bercerita kepada teman-temannya bahwa keyakinannya dapat masuk ke SMP negeri itu dengan mudah, disebabkan karena dia mempunyai kerabat yang mengajar di sekolah tersebut. Dia bercerita, bahwa kerabatnya telah menitipkan dirinya kepada Kepala SMP bersangkutan dan kepada Panitia PSB, agar namanya tercatat sebagai murid yang lolos seleksi. Walaupun namanya tersebut tidak tercantum dalam siswa yang terdaftar, atau kalaupun terdaftar tetapi tidak lolos, dia pasti tetap dapat jatah kursi.

Nina menceritakan hal itu kepada Budi teman akrabnya, yang kebetulan juga bersamaan dengan dia untuk melanjutkan ke SMP yang sama. Budi tidak seberuntung Nina, karena Budi hanyalah anak seorang buruh tani. Sehingga orangtuanya tidak mempunyai daya dan kekuatan apapun untuk juga menitipkan dirinya agar dapat diterima di SMP tersebut dengan mulus seperti Nina. Getir dan pahit sekali perasaan Budi ketika mendengar cerita ceria dari Nina. Hatinya seperti ditusuk-tusuk, ketika mendengar kemudahan yang diperoleh Nina.

Namun Budi menyadari kelemahan dan ketidakmampuan orangtuanya. Dia hanya bisa bersabar diri dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Dia yakin bahwa usahanya tidak sia-sia, dan dia yakin Tuhan Maha Melihat dan Maha Tahu, mana perbuatan yang lebih mulia, mana perbuatan yang benar. Biarlah pengadilan di akhirat kelak yang akan membuktikan.

Nina bisa tenang (walaupun tanpa kehormatan), karena dia dapat masuk dengan jaminan 100 persen. Kesaktian kerabatnyalah yang menjaminnya dapat duduk di kursi dan belajar dengan tenang di SMP tersebut. Berbeda dengan Budi, yang bila NEM-nya tidak memenuhi passing grade dia akan terjungkal, dan harus menerima kenyataan pahit untuk belajar di sekolah swasta. Sekolah yang dinilai selama ini sebagai the second school, baik dari segi mutu guru atau mutu pendidikannya. Sekolah swasta yang paling ditakuti oleh orangtuanya, karena biaya DSP bulanannya melebihi biaya di SMP negeri. Sekolah yang mau atau tidak mau harus ditempuh, yang justru biasanya oleh orang kebanyakan.

Jumlah siswa yang bernasib “mujur” tapi tidak jujur seperti Nina, sebenarnya lebih sedikit daripada jumlah siswa yang “jujur” tapi tidak mujur seperti Budi. Ironisnya, hal tersebut seperti mendominasi pada setiap tahun ajaran baru. Ada Nina yang puterinya pejabat “Anu”, Nina titipan dari anggota dewan, Nina yang anaknya tokoh masyarakat “Anu”, Nina yang cucu dari Kyai “Anu”, Nina yang anaknya aktifis “Anu” dan sebagainya.

Dari kenyataan di atas timbul pertanyaan, sekolah itu milik siapa? Sekolah yang seharusnya menjadi milik semua lapisan masyarakat atau public property, telah berubah menjadi milik pribadi alias private property. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat masyarakat untuk mendapat pendidikan sewajarnya untuk menjadi manusia seutuhnya, berubah fungsi menjadi tempat segelintir orang yang merasa mempunyai kekuasaan untuk dapat memasukkan anak atau kerabatnya dengan mudah, dengan tidak pernah mempertimbangkan keadilan dan perasaan orang yang tidak mampu.

Sekolah yang seharusnya merupakan tempat untuk menjadikan siswa belajar bagaimana cara belajar (learning to learn) menggali nilai dan kompetensi diri, telah dipelintir menjadi bagaimana cara menggali ketidakbenaran. Siswa yang seharusnya diajari bagaimana melakukan (learning to do) hal-hal yang baik, telah terpeleset menjadi bagaimana melakukan ketidakbaikan menjadi “terlihat” seperti baik. Sekolah yang seharusnya menjadikan siswa dapat belajar bagaimana dia hidup menjadi dirinya sendiri (learning to be), dengan dasar kejujuran telah tergelincir menjadi bagaimana agar dia tetap hidup dengan segala cara, agar dia tetap mendapatkan kemudahan. Sekolah yang seharusnya mengajarkan kepada anak didiknya bagaimana mereka dapat hidup bersama dengan masyarakatnya atas dasar kesamaan hak dan keadilan (learning to live together), telah terhapus oleh pendidikan bagaimana menutup jati dirinya dengan ego lebih dari masyarakat lainnya, karena kekuasaan yang dipunyai kerabatnya.

Sekolah yang seharusnya menjadi milik masyarakat telah berubah kepemilikan menjadi milik kelompok tertentu yang memegang kekuasaan di lingkungan sekolah. Kita melihat dengan hati miris, bagaimana sekolah menentukan DSP alias Dana Sumbangan Pembangunan tanpa melalui rapat. Secara sepihak meminta kepada orangtua murid untuk melunasi DSP plus seragam batik, seragam putih biru/abu-abu, sepatu, atribut dan lain sebagainya, sekian ratus ribu. Dana terus berlanjut ketika anaknya telah resmi menjadi siswa sekolah tersebut. Ada MOS, iuran pramuka, hingga iuran perpisahan. Anehnya, dana tersebut tidak jelas pertanggungjawabannya!

Hal itu mungkin tidak bermasalah bagi orangtua murid yang mempunyai penghasilan tetap. Tapi, bagaimana dengan orangtua yang berperan sebagai buruh tani, pedagang asongan atau tukang beca? Haruskah anak-anak mereka tersingkir oleh kebijakan sekolah yang tidak bijak? Bukan hal yang aneh, kalau pada setiap tahun ajaran baru, pegadaian menjadi ramai oleh orangtua yang menggadaikan harta demi sekolah anak-anaknya. Bukan hal yang aneh pula, ketika sekolah telah menjadi pasar bebas tempat para kapitalis memperdagangkan jualan dan menuai keuntungannya.

Mungkin perjuangan dan pengorbanan orangtua tidak sia-sia, bila penggunaan dari uang hasil mandi keringat dan air mata tersebut sesuai dengan peruntukannya, atau sesuai dengan kualitas barang yang diterima anaknya. Kenyataannya? Ambil satu kasus sepatu hitam Warrior yang dipakai anaknya, yang tidak sampai 2 bulan sudah amburadul. Ketika penulis menanyakan hal itu, seorang guru yang bertanggung jawab atas pengadaan sepatu tersebut dengan enteng menjawab. “Wajar aja, kan harganya hanya dua puluh lima ribu perak. Jadi kualitasnya jelek seperti itu!”

Bila kondisi seperti di atas, yang hanya menguntungkan satu pihak tertentu saja, tanpa melibatkan kepentingan hajat hidup orang banyak terus berlanjut, di negeri yang katanya berdasarkan Pancasila ini, bukan hal yang aneh pendidikan kita peringkatnya akan terus terjun bebas ke peringkat yang lebih rendah lagi. Padahal kita ketahui saat ini, peringkat pendidikan kita di antara 12 negara Asia, sudah berada pada peringkat 12 alias paling bontot!***

* Deny Suwarja adalah aktifis milis MP2I (Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia) Bandung.

Putus Cinta, Dunia Rasanya Kiamat!

Sebulan terakhir ini, Disa berubah dari Disa yang biasanya. Dia jadi cewek pendiam, sering nangis dan lebih suka menyendiri. Selidik punya selidik, ternyata cewek manis itu baru saja diputusin Dio, cowok yang sudah dipacarinya selama setahun kemarin. Putus cinta benar-benar nyebelin!

Putus cinta memang bikin suasana hati jadi tidak enak. Ibarat sebuah syair lagu, makan tak enak, tidur pun yak nyeyak. Keadaan itu bolehlah berlangsung selama beberapa minggu setelah kita putus. Tapi kalau sampai makan waktu berbulan-bulan, i think it’s time for you to get a life man!.

Disa, termasuk salah satu cewek yang harus melanjutkan hidupnya. Dia nggak bisa terus-terusan mengingat-ingat kisah cintanya bareng Dio. Setiap ditanya, Disa selalu jawab, “Gue udah ngelupain Dio kok, gue udah move on”. Faktanya, teman-teman dekat Disa ngelihat ada beberapa tanda-tanda yang ngebuktiin kalau Disa belum ngelupain Dio.

Berikut beberapa tanda yang menunjukkan kalau kamu belum melupakan mantan pacar seperti dilansir detik.com.

Pertama,. Kalau lagi ngumpul sama teman, masih sering ngomongin, Kedua, Ada perasaan ingin balik, Tiga, masih suka mikirin, Empat, berharap dapat sms atau ditelepon. Lima, suka baca sms atau surat dari pacar plus ngelihatin fotonya.

Kalau memang lima tanda-tanda itu masih terjadi di diri kamu, inilah saatnya untuk move on. Move on setelah putus cinta, memang nggak gampang. Tapi setidaknya kita harus mencoba dan jangan terus terpuruk dalam kesedihan. Di bawah ini ada beberapa saran yang mungkin bisa kamu ikutin biar hidup kamu bisa kembali ceria:

1. Simpan semua barang yang bikin kamu ingat sama mantan.

Kamu nggak akan bisa melanjutkan hidup kalau masa lalu masih aja terus ada di depan mata. Barang-barang dari mantan kayak boneka, kaset atau baju, sebaiknya kamu simpan dulu atau dititipin ke teman yang kamu percaya. Kalau kamu merasa udah benar-benar pulih, baru deh kamu bisa minta barang-barang itu lagi.

2. Tulis semua hal buruk mantanmu itu.


Ingat-ingat semua tingkah atau perkataan yang pernah mantan lakukan. Kalau udah ditulis, tempel di dinding kamar atau di kaca biar kamu sering-sering lihat. Nah, mudah-mudahan cara itu bisa bikin kamu ngerasa sudah saatnya ngelupain dia dan mulai hidup yang baru lagi.

3. Bikin sibuk diri sendiri.


Jangan pernah biarkan diri kamu melamun meskipun hanya beberapa menit. Karena kalau sampai kamu ngelamun, pasti yang dipikirin nggak jauh-jauh dari soal mantan pacar. Sering-sering deh jalan bareng teman dekat. Mungkin selama pacaran kemarin kamu jarang ngumpul karena sibuk pacaran. Nah, sekarang ini saaatnya untuk merekatkan hubungan pertemanan itu lagi.

4. Untuk sementara, no sms and phone call, please!


Hal keempat ini penting banget lho. Perasaan kamu bisa berangsur-angsur membaik jika kamu makin jarang ketemu atau berhubungan sama dia. Sedikit saja kamu menjalin komunikasi dengan mantan kamu lagi, segala usaha untuk ngelupain bakal terhapus saat itu juga. Pasti di hati akan timbul harapan bisa balik.

5. Minta bantuan teman


Cara ini bisa berhasil kalau kamu jujur sama mereka. Bilang terus terang kalau kamu lagi berusaha ngelupain si dia.

Kalau kamu udah ngomongin si dia lagi, teman kamu harus ngingetin soal usaha yang kamu lagi lakukan itu.

Pokoknya jangan biarkan kamu larut dalam kesedihan yang nggak ada habisnya kalau diturutin. Harus kamu lawan pakai girl power!(lin)