Makassar bagian barat di sepanjang jalan jalur GMTDC. Tak begitu jauh dari gerbang masuk, tak sampai satu kilometer, setelah deretan Rusunawa terlihat jelas di sebelah kiri jalan, tepat di depan penjual kerang dan kepiting yang banyak berjejer, berbelok kiri dan masuk mengikuti jalan kecil terbuat dari timbunan tanah coklat, menuju ke sebuah rumah panggung pertama. Celoteh riang kanak-kanak terdengar jelas sampai ke teras rumah panggung tempat kami duduk-duduk santai. Disamping rumah panggung bergaya Minahasa ini, masih tersisa kolam-kolam air laut yang belum ditimbuni developer-developer untuk pembangunan macam-macam, entah Rusunawa atau jalanan, atau mungkin ruko. Kolam-kolam ini menjadi tempat bermain yang asik bagi kanak-kanak yang banyak terdapat disekitar lokasi perumahan nelayan ini. Telanjang, anak-anak tersebut yang rata-rata masih bersekolah di sekolah dasar, bergantian melompat dengan gaya dibuat lucu-lucuan ke dalam kolam air yang berwarna gelap dan sampah menggenang di sana-sini. Seolah memamerkan kepada kami yang menonton aksi mereka, berulang-ulang kali berjumpalitan dan bahkan membalurkan lumpur hitam kewajah mereka sambil berteriak-teriak meminta kami untuk difoto. Wajah-wajah kanak-kanak yang riang dan bahagia, tak mengerti mungkin sebentar lagi mereka akan berpencar, tergusur pembangunan yang tak lama lagi akan mengambil alih tempat tinggal dan tempat bermain mereka.
Di rumah panggung tersebutlah, para kanak-kanak dan remaja yang tinggal diseputaran pemukiman nelayan ini setiap hari berkumpul untuk bermain, belajar dan membuat kreasi yang telah diajarkan oleh para relawan disana. Ada papan nama kecil yang tergantung didinding rumah bertuliskan “Rumasokola”. Hari itu, tepatnya Senin tanggal 19 Februari 2007, rombongan kecil dari Rumah Kaum Muda (Rumah KaMu) yang dikordinir oleh Nur Wahidah (Indah) berkunjung ke sana. Tepat pukul dua siang kami tiba dan disambut ramah oleh pengurus Rumasokola dan relawan yang kebetulan sedang bertugas saat itu. Dila, salah seorang pengurus Rumasokola memperkenalkan kami satu persatu dengan relawan lokal dan beberapa anak serta remaja binaan mereka. Setelah itu, kami lalu mempersiapkan ruangan yang akan dijadikan tempat menonton bareng dengan mereka. Sesuai rencana, hari itu memang kami akan memutarkan film pendidikan untuk para remaja di Rumasokola sebagai langkah awal perkenalan kami dan selanjutnya kami akan terus bekerja sama dengan Rumasokola serta membantu dengan memberikan pelatihan-pelatihan bagi mereka.
Sambil menunggu persiapan setting alat dan ruangan, Warwick, volunteer GX British Council di Rumah KaMu, mengajak bermain “singing in the rain” yang melibatkan semua anak dan rombongan Rumah KaMu. Permainan yang menghebohkan dan menceriakan ini sekaligus juga membuat kami menobatkan Warwick sebagai Master of Energizer Games. Bahkan Julia dan Sofie, staf Alternative yang sedang interns di Ininnawa juga ikut bermain dan bergembira bersama anak-anak tersebut.
Puas bermain, mereka lalu meminta kami segera memutarkan filmnya. Karena cukup banyak juga anak-anak kecil dibawah usia 10 tahun, kami sempat khawatir mereka tidak akan mengerti cerita film yang diputar. Tetapi oleh Dila yang menjelaskan bahwa anak-anak tersebut memang biasanya hanya menemani kakak-kakak mereka yang remaja sehingga kekhawatiran kami pun lenyap. Teriakan meminta film horror yang diputar membuat kami tertawa dan tersenyum-senyum. Rupanya mereka menyukai film-film bertema horror meskipun tak begitu mengerti jalan ceritanya.
Para remaja yang tadinya hanya duduk-duduk di teras luar, akhirnya memasuki ruangan begitu film mulai diputar. Film “School of Rock” yang mengisahkan guru eksentrik yang mengajar disebuah Sekolah Dasar membuat anak-anak kecil tadi beringsut-ingsut meninggalkan ruangan dan kembali bermain-main diluar. Hanya para remaja dan relawan yang tinggal sambil menikmati kue-kue yang kami bawa. Sesekali anak-anak kecil tadi masuk kedalam ruangan bila terdengar suara atau musik yang cukup menggelegar lalu keluar lagi setelah mencomot satu dua kue. Kami memang tak pernah memaksakan orang untuk bertahan duduk dan menonton sampai habis film-film yang kami putarkan. Dari dua puluh orang yang nonton, lima atau enam orang yang terinspirasi dari film itu sudah cukup bagi kami untuk mengajak mereka berdiskusi. Awal yang baik untuk perkenalan kami dengan mereka. Tak terasa waktu sudah hampir pukul enam sore, kami bersiap-siap untuk pulang. Beberapa dari mereka juga akan bersiap-siap untuk pentas disebuah acara Inaugurasi disalah satu perguruan tinggi negeri di kota ini. Sambil melambaikan tangan kami berjanji untuk datang kembali dan melakukan sesuatu bersama mereka dalam waktu dekat. Terima kasih buat pengurus Rumasokola, para relawan, kanak-kanak dan remaja di Kecamatan Mariso, dan Tim Rumah KaMu.
Info tentang Rumasokola bisa juga dibuka disini